Para produsen rokok harus bersiap merogoh kocek lebih dalam. Rencananya, pemerintah mulai memungut pajak rokok awal tahun 2014, sesuai amanah Undang-Undang Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tarif pajak yang akan dikenakan sebesar 10% dari tarif cukai rokok. Pemungutan pajak rokok ini akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai. Namun, hasil pemungutan tersebut selanjutnya diserahkan dan menjadi pajak daerah.
Nah, saat ini Ditjen Bea Cukai sedang menyiapkan tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok ini. Salah satu alternatifnya, pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. Jadi, ketika produsen rokok membayar setoran cukai rokok, pada saat bersamaan mereka juga akan membayar pajak rokok yang besarnya 10% dari setoran cukai yang mereka bayarkan tersebut.
Sebagai ilustrasi. Taruh kata seorang produsen rokok menyetorkan cukai rokok Rp 100 juta. Ia juga harus membayar tambahan pajak rokok sebesar Rp 10 juta.
Pajak rokok ini dipungut daerah. Sebab, pajak rokok akan menjadi pajak daerah. Namun, karena UU Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan pemungutan pajak ini ke Bea Cukai, maka Ditjen Bea Cukai mulai menyiapkan mekanismenya.
Dengan begitu, ketika beleid ini diterapkan, proses pemungutan pajak rokok tidak menimbulkan masalah.
Pajak rokok tersebut akan dibebankan kepada produsen rokok. ujung-ujungnya nanti para produsen rokok pasti akan membebankan pajak tersebut lagi ke konsumen dengan menaikkan harga jual rokok.
Sesuai UU Pajak Daerah dan retribusi Daerah, penerimaan pajak rokok tersebut, baik yang bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, harus dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum.
TAMBAHAN :
Produk rokok adalah produk yang dilematis, disatu sisi
produk ini dikatakan bermanfaat tapi juga dikatakan berbahaya. Disatu sisi
pemerintah sepertinya melarang, membatasi dan mengingatkan akan rokok, tapi
cukai rokok dengan senang hati diterima. Sehingga memasarkan produk rokok
lama-lama juga akan menghadapi kesulitas. Pemerintah telah menentukan ketentuan
bahwa setiap iklan rokok harus mencantumkan peringatan pemerintah. Gerakan anti
rokok juga menunjukkan aktivitas yang tak pernah berhenti. Bahkan ketentuan
dunia yaitu FCTC (Framework Convention on
Tobacco Control) yang
diadopsi oleh seluruh 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), juga
memberikan ketentuan ketat tentang pemasarn rokok.
Ada aturan dalam FCTC yang menyebutkan bahwa bungkus rokok
harus mencantumkan secara jelas bahaya merokok dan kandungan bahan
berbahayanya. Disepakati bahwa peringatan bahaya rokok-dalam bentuk berbagai
gambar penyakit dan tulisan bahaya rokok-akan mencakup minimal 30 persen sampai
setengah dari permukaan depan bungkus rokok. Pencantuman istilah low, light,
mild, dan lain lain yang selama ini menyesatkan, tidak boleh digunakan lagi.
Soalnya, sebenarnya tidak ada penurunan bahaya yang bermakna dengan penurunan
kadar tar dan nikotin dengan cara ini. Istilah itu hanya memberi kesan rokok
“aman” sehinggga si perokok cenderung merasa “boleh” merokok dan bukan tidak
mungkin akan mengonsumsi rokok lebih banyak lagi karena merasa mengisap rokok
“ringan”. FCTC juga melarang segala bentuk iklan rokok, langsung atau tidak
langsung. Kenyataan menunjukkan, banyak sekali remaja mulai merokok akibat
melihat iklan, apalagi yang diperankan oleh wanita cantik atau pria gagah. Maka
yang perlu diingatkan adalah merokok akan menimbulkan kulit keriput, bukan
kecantikan. Merokok pun memicu sakit paru dan jantung, bukan kegagahan.
A. PERMASALAHAN :
1. Apa tujuan utama dari pengenaan pajak
rokok?
2. Apa perbedaan pajak rokok dan cukai
rokok?
3. Bagaimana penerapan alokasi pajak
rokok?
4. Bagaiman tata
cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok ini?
B. ANALISA DAN
PEMBAHASAN
1.
TUJUAN PAJAK ROKOK
Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
suatu negara. Secara umum tujuan adanya pajak adalah sebagai alat untuk
memasukkan dana secara optimal ke Kas Negara berdasarkan Undang-Undang
Perpajakan yang berlaku. memperoleh dana yang digunakan untuk pembangunan,
pertahanan negara, kesejahteraan dan pelayanan umum masyarakat serta biaya rutin
administrasi negara. Selain untuk tujuan umum, pajak dapat pula digunakan oleh
pemerintah sebagai alat mencapai untuk tujuan-tujuan tertentu (regulerend),
seperti membatasi dan mengurangi konsumsi barang yang berdampak negatif secara
sosial salah satunya bahaya rokok.
Tujuan utama penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat
terhadap bahaya rokok. Penerapan pajak rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai
juga dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah
dalam menjaga kesehatan masyarakat. Seperti diketahui bahwa rokok, membawa
dampak kesehatan yang tidak baik bagi perokok itu sendiri maupun orang lain.
Pemerintah daerah berkewajiban untuk menjaga kesehatan masyarakat. Selain
itu pemda juga harus melakukan pengawasan terhadap rokok di daerah
masing-masing termasuk rokok ilegal. Dengan pajak rokok maka kewajiban
pemerintah untuk mengoptimalkan kesehatan masyarakat bisa menjadi lebih baik.
2.
PERBEDAAN PAJAK ROKOK
DAN CUKAI ROKOK
Pajak Rokok memiliki Dasar
Pengenaan Pajak yang berbeda dengan cukai rokok, dimana Dasar Pengenaan
Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap
rokok. Sedangkan Dasar pengenaan Cukai Rokok adalah Harga Dasar yang
digunakan untuk perhitungan cukai atas Barang Kena Cukai yang dibuat
di Indonesia adalah Harga Jual Pabrik atau Harga Jual Eceran.
Besaran
pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajaknya. Sedangkan pada Cukai Rokok pemerintah
menerapkan besarnya cukai rokok terutang dengan sistem kombinasi, yaitu
menggunakan tarif spesifik dan tarif advalorum. Tarif advalorum artinya cukai dihitung sekian persen dari harga per bungkus
rokok. Harga per bungkus tersebut sesuai yang tercantum pada bungkus rokok.
Sedangkan tarif spesifik artinya cukai dihitung sekian persen dari harga rokok
per batang. Apabila menggunakan sistem kombinasi, maka hasil perhitungan tarif
advalorum dan tarif spesifikasi digabungkan.
3.
PENERAPAN ALOKASI
PAJAK ROKOK
Dalam UU PDRD No 28 tahun 2009
lahir kebijakan untuk alokasi khusus untuk mengendalikan bahaya rokok (earmarking
tax), seperti dalam pasal 31 disebutkan bahwa penerimaan Pajak Rokok, baik
bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50%
(lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan
hukum oleh aparat yang berwenang. Melalui kebijakan alokasi ini, daerah dipacu untuk
secara bertahap dan terus menerus melakukan perbaikan (sustainable
development) kualitas pelayanan publik di daerahnya.
Penerimaan Pajak Rokok
dialokasikan untuk mendanai bidang pelayanan kesehatan
(pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan
kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area),
kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat
mengenai bahaya merokok).
Penerimaan Pajak Rokok juga dialokasikan
untuk mendanai bidang penegakan hukum terkait
rokok illegal, yaitu rokok yang dalam tahap produksinya tidak terdaftar sehingga
tidak membayar Cukai rokok. Dalam pelaksanaannya, pajak rokok akan ditandai
dengan adanya semacam stiker atau pita cukai tambahan yang dilekatkan pada
masing-masing bungkus rokok. Distributor wajib menyampaikan laporan yang berisi
jumlah rokok yang akan dijual kepada pemerintah provinsi.
Rokok yang beredar di satu
provinsi akan berbeda dengan provinsi lainnya, lantaran memiliki stiker atau
pita cukai tambahan yang berlainan. Pengawasan peredaran rokok akan langsung
dilakukan oleh pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Tugas
ini bisa diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang dibantu
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
4.
TATA CARA DAN MEKANISME PEMUNGUTAN
PAJAK ROKOK
Saat ini Ditjen Bea Cukai sedang menyiapkan tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok ini. Salah satu alternatifnya, pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. Jadi, ketika produsen rokok membayar setoran cukai rokok, pada saat bersamaan mereka juga akan membayar pajak rokok yang besarnya 10% dari setoran cukai yang mereka bayarkan tersebut.
Pajak rokok yang dipungut oleh instansi Pemerintah disetor ke rekening kas umum daerah secara proporsional.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan
C.
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Tujuan utama
penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok.
Penerapan pajak rokok sebesar 10 persen dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk
memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan
masyarakat.
Pajak Rokok
tidak bisa dikatakan pajak berganda atau double taxation. Dilihat
dari dasar penghitungannya, Pajak Rokok berbeda dengan Cukai Rokok. Dasar
pemungutan Pajak Rokok dikenakan atas besaran cukai, sedangkan dasar pemungutan
cukai adalah terhadap produk rokok. Pajak berganda baru akan terjadi jika Pajak
Rokok dikenakan terhadap produk rokok. Sedangkan jika dilihat dari alokasi
penerimaan, terdapat perbedaan antara Pajak Rokok dan Cukai Rokok, Pajak Rokok
dipungut oleh Pemerintah daerah dan sepenuhnya masuk ke kas Pemerintah daerah.
Sementara cukai rokok yang diterapkan selama ini,adalah pajak yang
peruntukannya untuk Pemerintah Pusat.
Melalui
kebijakan alokasi yang ada di dalam Pajak Rokok
setiap daerah akan dipacu untuk secara bertahap dan terus
menerus melakukan perbaikan dan peningkatan (sustainable
development) kualitas pelayanan publik di daerahnya secara
nyata. Terutama di bidang pelayanan
kesehatan dan penegakan hukum terkait rokok illegal.
Salah satu
alternatif tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok dipungut bersamaan
dengan pemungutan cukai.
2.REKOMENDASI
UNTUK
PEMERINTAH :
Sebelum Pajak Rokok diimplementasikan pada tahun 2014, pemerintah
diharapkan secepatnya mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara teknis penghitungan (besaran pajak), pemungutan dan
penyetoran Pajak Rokok. Karena pajak Rokok merupakan jenis pajak baru, maka
harus dilakukan evaluasi dan persiapan yang matang untuk masing-masing daerah
supaya bisa menerapkan pajak ini dengan baik. Tidak boleh dilupakan esensi
bahwa ini adalah pajak daerah jadi daerah diharuskan sudah dapat memungut pajak
daerahnya sendiri, tidak tergantung pada
Pemerintah Pusat.
UNTUK
PERUSAHAAN ROKOK :
Membahas masalah rokok memang menarik
karena rokok merupakan aset negara atau merupakan pemasukan negara yang cukup
besar walaupun itu banyak merugikan masyarakat menurut saya, tetapi masyarakat
tidak akan memikirkan betapa merugikannya sebuah rokok itu dan rokok sangat
diminati oleh masyarakat luas mulai dari kalangan kecil sampai ke atas. Jadi
perusahaan rokok sangat pandai dalam memasarkan produk – produknya tersebut dan
sangat tepat apabila dipasarkan di masyarakat Indonesia.
Tetapi perusahaan rokok sendiri harus
melihat apakah rokok yang dibuat itu dapat membahayakan masyarakat atau tidak
apabila dapat membahayakan harus secepatnya dikurangi besar nikotin yang
dikandung dari rokok tersebut karena produk rokok tidak bisa dihentikan begitu
saja karena merupakan aset negara. Sehingga perusahaan rokok harus menemukan
produk terbaru yang tidak begitu membahayakan masyarakat luas, mungkin dengan
membuat rokok yang dari bahan rempah – rempah atau buah-buahan ya seperti di
Negara arab walaupun berupa rokok tapi itu tidak membahayakan kita sebagai
perokok.
Produk tersebut kemungkinan tidak akan
kalah dengan produk sebelumnya karena produk yang baru ini berasal dari bahan –
bahan yang sehat dan baik serta tidak mengandung nikotin. Jadi itu merupakan
saran yang tepat bagi perusahaan rokok.